Masih untuk alasan yang tak beralasan.
Masih untuk jawaban yang tak dipertanyakan.
Masih untuk baris yang tak dinokhtakan.
Bukankah kita harus membayar mahal atas sebuah kata Masih? Yang memaksa kaki tuk mematung, yang rela kembali mengeja meski harus berjumpa dengan kala. Saat dimana tubuh bersaksi atas peluh yang menjadi selangkah lebih deras dari gerimis.
Dan sejak dari ketika kedua tangan jam dihujung musim tumbas usai bedecit, kembali aku mengintip kedalam bahtera tulip yang rebah, ketika mata tak hanya memandang siluet, ketika bibir tak hanya bermonolog, ketika telinga tak lelap dari suara, dan ketika nyata menjadi sebuah kemutlakan.
Mencoba memanggit andai yang berkeliaran pada akal yang picang.
Aku masih menghitung senja, sekali lagi ini masih tentang masih, bahkan untuk mengetahui lengan hari telah membatasi.
Sadar akan palang tak lagi sehasta, dan langkah yang tak lagi bertajuk. Aku dan kataku kembali meribut, sibuk berbicara akan ribang yang memburu
Friday, 26 June 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment